Poligami dalam Pandangan Islam


POLIGAMI

(Dalam Pandangan Islam)

Ajaran Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, membawa rahmat dan perubahan besar bagi manusia baik yang berupa ibadah, mu’amalah maupun yang berupa hablum minal ‘alam. Ajaran Islam juga memuat seluruh sendi-sendi kehidupan, mulai dari etika, tuntunan kemasyarakatan, tata negara sampai hubungan internasional. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa ajaran Islam sangat aktual dan potensial untuk dijadikan tuntunan hidup dan kehidupan.

Islam juga merupakan aturan yang sesuai dengan fitrah dan diciptakannya manusia sejalan dengan kepentingan kehidupannya. Islam memperhatikan moralitas manusia, memelihara kebersihan masyarakat, serta tidak mentoleransi timbulnya materialisme yang mendorong terjadinya kerusakan akhlak dan masyarakat. Allah Swt menjadikan keluarga sebagai tonggak kehidupan, kaidah pembangunan, asas pertumbuhan sosial kemasyarakatan, dan perkembangan peradaban. Demikianlah Allah mengokohkan bangunan keluarga dan masyarakat dengan fondasi yang kuat. Untuk melindungi bangunan dari apa yang dapat melemahkannya. Diantara kaidah-kaidah tersebut disyariatkannya poligami. Poligami inilah yang banyak memberikan persepsi dalam hidup berkeluarga. Mengenai poligami ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi yang kontra mereka beralasan dengan berlandaskan emansipasi wanita. Membolehkan poligami baginya adalah suatu tindakan yang berarti meletakkan suatu hambatan di hadapan wanita, di tengah-tengah perjalanannya menuju kemajuan masyarakat. Sedangkan bagi yang pro melihat bahwa poligami adalah salah satu usaha untuk membimbing wanita, meningkatkan dari suasana kehidupan yang diliputi kegelisahan, kehinaan dan terlantar menuju kehidupan berkeluarga yang mulia dan keibuan yang mulia, dimana wanita merasakan kebahagiaan, kesucian dan kemuliaan di bawah naungannya. Poligami juga merupakan salah satu penerapan dari kebebasan wanita dan terlaksananya apa yang dikehendakinya, karena sebenarnya laki-laki itu tidak berpoligami tanpa kemauan wanita.

A. Pengertian dan Hukum Poligami

Poligami ( تعدّد الزوجات ) berasal dari Bahasa Inggris “poligamy” yang berarti seorang pria yang memiliki istri lebih dari seorang wanita. Lawannya Poliandri.

Jumhur Ulama membolehkan secara mutlak (ibahah) berpoligami, bagi laki-laki yang sanggup berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga, berdasarkan ayat 3 surat An-Nisaa:

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسآءِمَثْنى وَثُلثَ وَ رُبعَ فَإِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً ….{ النسآء : 3 }

Artinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja….” (QS. An-Nisaa: 3)

Ayat ini menjelaskan pokok-pokok berpoligami sebagai berikut: 1. Boleh berpoligami paling banyak hingga empat orang 2. Disyariatkan dapat berbuat adil diantara istri-istrinya. Barang siapa yang belum mampu memenuhi ketentuan di atas, dia tidak boleh beristri lebih dari satu. Seorang laki-laki yang sebenarnya meyakini dirinya tidak akan mampu berlaku adil, tetapi tetap melakukan poligami, dikatakan bahwa akad nikahnya sah, tetapi dia telah berbuat dosa. 3. Adil yang dimaksud dalam ayat ini adalah yang bersifat materi (berupa sandang, pangan, tempat tinggal dan qasam (pembagian giliran pulang) dan immateri (yang berupa mawaddah wa rahmah, cinta kasih dan sayang). Adapun Standar keadilan yang dituntut dalam ayat ini adalah sebagai berikut:a. Yang dinilai adalah niat yang baik dan amal yang shaleh, yang tentunya di barengi dengan perbuatan yang baik.b. Keadilan dalam hal persamaan antara istri-istri yang ada. Setiap istri sama dengan istri yang lain dalam kapasitasnya sebagai sitri, karena ukurannya adalah hubungan sebagai suami-istri dalam hal kebutuhan yang bersifat materi dan immateri. mengenai kebutuhan yang bersifat immateri Allah Swt menjelaskan secara naluri kemanusiaan dalam firmannya:

وَ لَنْ تَسْتَطِيْعُوْآ اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَآءِ وَ لَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَاكَالْمُعَلَّقَةِ وَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا { النسآء : 129 }

Artinya:“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 129)

4. Kemampuan Suami dalam hal nafkah kepada istri dan anak-anaknya.

Dalam hukum positif (UU Perkawinan RI No. 1 tahun 1974), masalah poligami dibatasi secara ketat, dalam artian bila seorang suami akan bersitri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama dan pengadilan akan memberikan izin apabila: 1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri 2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1 Adanya persetujuan dari istri/istri-istri 2 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka 3 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

B. Pendapat Ulama Mengenai Poligami

Imam Syafi’i dan ijma para ulama berpendapat bahwa dibolehkan berpoligami sampai empat istri dan tidak ada seorangpun dibenarkan kawin lebih dari itu, kecuali Rasulullah Saw sendiri sebagai pengecualian, sedangkan kau Syi’ah membolehkan lebih dari empat orang istri bahkan ada sebagian mereka yang membolehkan tanpa batas. Pendapat ini berpegang pada praktek Rasulullah sendiri. Imam Qurthubi menolak pendapat mereka dengan alasan bahwa bilangan dua dan tiga dan empat bukan menunjukkan dihalalkannya kawin sembilan istri dan kata و (wawu) disini bukan menunjukkan jumlah.

Adapun kaum Rafidhah dan sebagian ahli Zhahir memahami kata mastna” (dua-dua) sama artinya dengan dua tambah dua begitupula dengan kata “tsulatsa” (tiga-tiga) dan “ruba’a” (empat-empat). Bahkan sebagian ahli Zhahir berpendapat lebih ekstrim dari itu, yaitu mereka membolehkan kawin sampai delapan belas orang, dengan alasan bahwa bilangan-bilangan tersebut disebut dengan mengulang-ulang dan adanya kata penghubung “wawu” yang menunjukkan arti jumlah. Jadi ayat tersebut menunjukkan arti jumlah “2 + 2 + 3 + 3 + 4 + 4 = 18”. Faham-faham seperti ini jelas menunujukkan kebodohan mereka dalam memahami Bahasa Arab dan ijma kaum muslimin atau tabi’in yang tak pernah memadu lebih dari empat orang.

Malik meriwayatkan dalam Al-Muwattha’, Nasa’i dan Daruquthni dalam masing-masing kitabnya:

أنّ النبيّ صلعم قال لِغَيْلاَنَ بْنِ اُمَيَّةَ الثَّقَفِيِّ وَقَدْ اَسْلَمَ وَتَحْتَهُ عَشْرُنِسْوَةٍ : اِخْتَرْ مِنْهُنَّ اَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ

“Bahwa Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah Atsqalani yang masuk Islam, padahal ia punya sepuluh orang istri. Beliau bersabda kepadanya: Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang lainnya.”

Hadits ini menunjukkan bahwa setelah ayat di atas turun (An-Nisa: 3) Rasulullah memerintahkan agar setiap orang hanya boleh beristri maksimal empat orang tidak lebih dari itu, dengan selalu memperhatikan batasan-batasan “kemampuan” yang tersurat dan tersirat pada ayat tersebut.

C. Poligami Dan Tantangannya Di Masa Kini

Sudah menjadi kenyataan yang patut didiskusikan oleh para ahli hukum Islam, bahwa poligami memerlukan tata aturan yang “khusus”, agar orang yang hendak melakukan poligami tidak hanya asal melakukan, terlebih dalam pemahaman ayat di atas (QS. An-Nisa: 3) tidak konprehensip. Walau ulama sepakat akan kebolehannya melakukan poligami, ada pula yang melarangnya dengan alasan-alasan tertentu. Hal ini membuktikan bahwa poligami adalah pekerjaan/perbuatan yang “sulit”. Orang-orang Barat menentang keras poligami, dengan alasan emansipasi. Kalau seorang laki-laki dapat berpoligami mengapa kaum wanita tidak dapat berpoliandri? Demikian alasan mereka. Pendapat ini dijelaskan oleh ahli hukum Islam (ulama) dengan mengatakan: “…bahwa emansipasi wanita dalam hal pernikahan tidak berlaku secara mutlak karena tabiat kaum wanita berbeda sekali dengan kaum laki-laki. Seorang wanita diciptakan Allah memiliki rahim dan dapat hamil sekali dalam setahun, sedangkan laki-laki tidak. Seorang laki-laki dapat mempunyai keturunan anak dan beberapa istri, dan dia bertanggung jawab atas nafkah dan pendidikan mereka. Sedangkan jika kaum wanita melakukan poliandri dengan tiga atau empat suami misalnya, maka siapakah yang harus bertanggung jawab atas kehidupan rumah tangganya? Apakah suami pertama atau suami kedua, atau suami ke empat itu penanggung jawabnya? Demikian pula nasib anaknya, apakah akan dinisbatkan kepada suami pertamanya atau dinisbatkan kepada semua suami tadi (gabungan)? Atau mungkin dia memilih salah seorang dari mereka dan menisbatkan anaknya kepadanya?”

Walau demikian, ulama Islam ada yang memandang bahwa poligami lebih banyak membawa resiko (mudharat) ketimbang manfaatnya, demikian pendapat Masjfuk Zuhdi. Manusia menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing. Oleh karena itu poligami hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat, seperti istri mandul dan bagi mereka yang mampu berlaku adil dalam kontek seperti ayat di atas.

Selain itu, poligami juga mendapat tantangan berat bagi mereka yang tidak suka dengan perbuatan tersebut, bahkan pelarangan tersebut dilembagakan dalam sebuah hukum positif (Peraturan Perundang-undangan) disuatu negara, seperti di Indonesia ada PP No. 10 tahun 1983 yang secara tidak langsung melarang poligami bagi pegawai negeri sipil dan yang disamakan (seperti pejabat pemerintahan desa) dengan sangsi pemberhentian tugas kepegawaiannya. Secara tidak disengaja, pelarangan tersebut akan membawa efek kehancuran moral suatu bangsa pada skala yang lebih besar. Karena akan timbul tempat-tempat pelacuran, istri simpanan dan sebagainya, sebagai jalan keluar pemenuhan kebutuhan libido yang sangat besar. Maka timbullah berbagai penyakit, seperti AIDS.

D. Hikmah Poligami

Karena ajaran Islam itu rahmat, maka pembolehan pelaksanaan poligami dalam Islam membawa hikmah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul 2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai istri 3. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya 4. Untuk menhindarkan laki-laki dari perbuatan zina, jika istrinya tidak bisa dikumpuli karena terkena sesuatu penyakit yang berkepanjangan 5. Untuk memberi kesempatan bagi perempuan yang terlantar, agar mendapatkan suami yang berfungsi melindunginya, memberi nafkah hidup serta melayani kebutuhan biologisnya 6. Untuk menghibur perempuan yang ditinggal mati suaminya di medan peperangan, agar tidak merasa kesepian.

Mengenai hikmah Nabi Muhammad Saw diizinkan beristri lebih dari seorang, bahkan melebihi jumlah maksimal yang diizinkan bagi umatnya ialah sebagai berikut: 1. Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Istri Nabi sebanyak sembilan orang itu bisa menjadi sumber informasi bagi umat Islam yang ingin mengetahui ajaran-ajaran Nabi dan praktek kehidupan Nabi dalam keluarga dan bermasyarakat, terutama mengenai masalah-masalah kewanitaan/kerumahtanggaan. 2. Untuk kepentingan politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan untuk menarik mereka masuk agama Islam. Misalnya perkawinan Nabi dengan Juwairiyah, putri Al-Harits Kepala suku ‎Bani Musthaliq.Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Misalnya perkawinan Nabi dengan beberapa janda pahlawan Islam yang telah lanjut usianya seperti Saudah binti Zum’ah (suami meninggal setelah kembali dari hijrah Abessinia). Mereka memerlukan perlindungan untuk melindungi jiwa dan agamanya dan penanggung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. KESIMPULAN Dari keterangan di atas, dapatlah di ketahui bahwa aturan berpoligami dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk pemuasan syahwat laki-laki semata, melainkan lebih mulia dari apa yang wanita bayangkan. Bahkan poligami dapat mengangkat status perempuan dari kehinaan dan kehancuran, seperti terlihat dalam hikmah poligami. Poligami juga dapat dijadikan sarana pengembangan Islam (da’wah) dan pranata sosial. Maka tak salah jika Mahmud Akkad berpendirian bahwa wanita yang menolak atau tidak menerima praktek poligami akan hidup sendiri tanpa keluarga sehingga hidupnya akan lemah

Selain itu poligami juga dapat mencegah maraknya bisnis-bisnis pelacuran, yang kerap terjadi saat ini, disamping mencegah timbulnya penyakit sek, seperti sipilis, AIDS dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa poligami merupakan terapi dari kehidupan sek pada zaman yang katanya modern. Namun demikian jika hendak berpoligami harus memenuhi syarat-syarat “adil” sebagaimana yang diterangkan pada konteks ayat di atas (An-Nisa: 3, 129), agar tata aturan poligami tidak dimanipulasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Dan yang terpenting syari’at Islam berjalan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA

AL-ATTHAR, Abdul Nasir Taufiq, DR., Poligamy Ditinjau Dari Segi Agama, Sosial Dan Perundang-undangan, Jakarta, Bulan Bintang: 1976, cet. ke-1

AL-JAHRAN, Musfir, DR., Poligami Dari Berbagai Persepsi, Jakarta, Gema Insani Press: 1996

DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press: 1989

Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Cipta Adi Pustaka: 1990, cet. ke-1

IDHOMY, Dahlan, Drs., Azas-Azas Fiqh Munakahat; Hukum Keluarga Islam, Surabaya, Al-Ikhlas: 1984

MAHJUDDIN, Drs., Masailul Fiqhiyah; Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta, Kalam Mulia: 1992

MUHDLOR, A. Zuhdi, Memahami Hukum Islam (Nikah, Thalak, Cerai Dan Rujuk), Yogyakarta, Al-Bayan: 1994

SABIQ, Sayyid, Fikih Sunnah, Bandung, Al-Ma’arif: 1985, terj. jld. 6

ZUHDI, Masjfuk, Prof. Drs. H., Masail Fiqhiyah, Jakarta, CV. Haji Masagung: 1992, cet. ke-3

Satu Tanggapan

  1. Poligami VS Fakta Demografi saat ini? siapa yg mau jawab? poligami? WOWW…

    http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/15/makan-tuhh-poligami-vs-fakta-560618.html

    Asslmkm…wrwb

    Siapa bilang poligami hanya akan berdampak kemungkinan cemburu,
    marah, iri, sakit hati pada para istri? Coba piker dunkz seribu kali
    dampak psikologi, ekonomi, kasih sayang pada anak2 yg akan dihasilkan
    kelak…

    Poligami memang tercantum dalam Alqur’an dan Hadist, dicontohkan juga oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat

    Tapi…ROSUL JUGA MEMBERI CONTOH MELARANG POLIGAMI, ketika melarang
    Fatimah RA dipoligami saat Ali Bin Abi Tholib hendak menikah lagi,
    mungkin beliau tahu walaupun sesuai syariat, poligami bisa membuat
    wanita tersakiti, sehingga beliau tidak rela putrinya dipoligami.
    Wallohua’lam

    Dan……

    Berdasarkan sensus penduduk 2000 dan 2010 ternyata justru JUMLAH PRIA DI INDONESIA LEBIH BANYAK DARI WANITANYA.

    “laki2 jaman sekarang biasanya mati2an menentang atau berusaha menutup2i fakta ini dengan berbagai alasan dan dalih”

    Begitu juga dengan data negara2 di dunia (CIA, Bank Dunia, dll)
    ternyata jumlah pria juga lebih banyak dari wanitanya (terutama untuk
    China, India, dan negara-negara Arab)

    Yup jumlah wanita memang sangat melimpah tapi di usia di atas 65
    tahun, mauu?? hehe….kalo ngebet, silakan poligami dengan golongan wanita
    usia ini.

    Cek di data resmi BPS dan masing2 pemda atau coba klik di:

    http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/16/makan-tuhh-poligami-vs-fakta-demografi-560923.html

    http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=40¬ab=1

    http://sp2010.bps.go.id/

    http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=211&Itemid=211&limit=1&limitstart=2

    http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia.259.Juta

    http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_ratio&info1=4

    http://www.census.gov/population/international/data/worldpop/tool_population.php

    http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/20585145/Siapa.Bilang.Wanita.Lebih.Banyak-8

    Kira2 apa ya solusi dari kelebihan pria ini?

    masih tetap POLIGAMI? Hanya akan semakin “merampas” kesempatan bujangan pria lain untuk dapat menikah

    perkiraan dan kepercayaan selama ini “turun temurun” yang selalu jadi
    senjata bagi pria yang ngebet ingin berpoligami bahwa jumlah wanita
    jauh berlipat lipat di atas pria ternyata SALAH BESAR

    Hasil Sensus Penduduk 2010 berdasar jenis kelamin perpropinsi

    Kode, Provinsi, Laki-laki, Perempuan, Total Penduduk

    1 Aceh, 2 248 952, 2 245 458, 4 494 410

    2 Sumatera Utara, 6 483 354, 6 498 850, 12 982 204

    3 Sumatera Barat, 2 404 377, 2 442 532, 4 846 909

    4 Riau, 2 853 168, 2 685 199, 5 538 367

    5 Jambi, 1 581 110, 1 511 155, 3 092 265

    6 Sumatera Selatan, 3 792 647, 3 657 747, 7 450 394

    7 Bengkulu, 877 159, 838 359, 1 715 518

    8 Lampung, 3 916 622, 3 691 783, 7 608 405

    9 Bangka Belitung , 635 094, 588 202, 1 223 296

    10 Kepulauan Riau, 862 144, 817 019, 1 679 163

    11 DKI Jakarta, 4 870 938, 4 736 849, 9 607 787

    12 Jawa Barat, 21 907 040, 21 146 692, 43 053 732

    13 Jawa Tengah, 16 091 112, 16 291 545, 32 382 657

    14 DI Yogyakarta, 1 708 910, 1 748 581, 3 457 491

    15 Jawa Timur, 18 503 516, 18 973 241, 37 476 757

    16 Banten, 5 439 148, 5 193 018, 10 632 166

    17 Bali, 1 961 348, 1 929 409, 3 890 757

    18 Nusa Tenggara Barat, 2 183 646, 2 316 566, 4 500 212

    19 Nusa Tenggara Timur, 2 326 487, 2 357 340, 4 683 827

    20 Kalimantan Barat, 2 246 903, 2 149 080, 4 395 983

    21 Kalimantan Tengah, 1 153 743, 1 058 346, 2 212 089

    22 Kalimantan Selatan, 1 836 210, 1 790 406, 3 626 616

    23 Kalimantan Timur, 1 871 690, 1 681 453, 3 553 143

    24 Sulawesi Utara, 1 159 903, 1 110 693, 2 270 596

    25 Sulawesi Tengah, 1 350 844, 1 284 165, 2 635 009

    26 Sulawesi Selatan, 3 924 431, 4 110 345, 8 034 776

    27 Sulawesi Tenggara, 1 121 826, 1 110 760, 2 232 586

    28 Gorontalo, 521 914, 518 250, 1 040 164

    29 Sulawesi Barat, 581 526, 577 125, 1 158 651

    30 Maluku, 775 477, 758 029, 1 533 506

    31 Maluku Utara, 531 393, 506 694, 1 038 087

    32 Papua Barat, 402 398, 358 024, 760 422

    33 Papua, 1 505 883, 1 327 498, 2 833 381

    TOTAL, 119 630 913, 118 010 413, 237 641 326

    Wasslmkm wrwb

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.